Kementerian Kehutanan mengalokasikan anggaran sebesar Rp 29 miliar untuk merehabilitasi daerah aliran sungai (DAS) di tiga provinsi yang terdampak banjir bandang dan tanah longsor di Sumatera. Dana ini diprioritaskan untuk pemulihan lingkungan dan penanganan lahan kritis, yang diidentifikasi sebagai salah satu penyebab utama bencana.
“Kami masih dalam proses menghitung kebutuhan anggaran ideal untuk program rehabilitasi secara keseluruhan. Detail lengkapnya akan kami sampaikan pada rapat berikutnya,” ujar Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni, saat rapat bersama Komisi IV DPR, Kamis, 4 Desember 2025.
Program rehabilitasi DAS ini akan menyasar lahan kritis seluas 464.598 hektare di wilayah terdampak. Upaya pemulihan akan dilakukan melalui reboisasi di kawasan hutan dan pengembangan kebun bibit rakyat untuk area penggunaan lain.
Anggaran tersebut telah dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026. Alokasi dana Rp 29 miliar ini akan dibagi untuk tiga daerah terdampak, yaitu Aceh (Rp 8,4 miliar), Sumatera Utara (Rp 11,5 miliar), dan Sumatera Barat (Rp 9,08 miliar).
Selain pemulihan DAS, pemerintah juga berencana melakukan koreksi menyeluruh terhadap tata kelola kehutanan sebagai tindak lanjut dari banjir besar yang terjadi beberapa waktu lalu.
Sejumlah langkah kebijakan telah disiapkan, termasuk digitalisasi tata kelola kehutanan berbasis satu peta yang ditargetkan selesai paling lambat Januari 2026, serta percepatan pengakuan hutan adat seluas 1,4 juta hektare.
Menurut Raja Juli, keterlibatan masyarakat adat sangat penting dalam menjaga kelestarian hutan karena mereka terbukti menjadi penjaga alam di wilayahnya. “Masyarakat adalah salah satu kelompok yang memiliki kemampuan menjaga hutan,” tegasnya.
Berkaitan dengan penanganan banjir di Sumatera, Menteri Raja Juli Antoni juga menginformasikan bahwa pihaknya sedang mengusut 12 perusahaan yang diduga terlibat dalam perusakan lingkungan di Sumatera. Penelusuran ini dilakukan setelah ditemukan indikasi aktivitas yang merusak kawasan hutan dan daerah aliran sungai.
“Tim Penegakkan Hukum Kementerian Kehutanan sedang melakukan penyelidikan terhadap subyek hukum yang terindikasi berkontribusi terhadap terjadinya bencana banjir dan longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat,” jelasnya.
Dari hasil investigasi awal, ditemukan indikasi pelanggaran di 12 lokasi yang melibatkan perusahaan di Sumatera Utara. Raja Juli memastikan bahwa proses penegakan hukum terhadap perusahaan-perusahaan tersebut akan segera dilakukan.
Menteri Kehutanan menjelaskan bahwa banjir besar yang melanda Sumatera bukan hanya disebabkan oleh cuaca ekstrem, tetapi juga oleh kerusakan ekosistem di kawasan strategis lingkungan. Siklon tropis Senyar memperparah kondisi daerah tangkapan air dan DAS yang sudah mengalami kerusakan.
“Bencana ini terjadi akibat kombinasi beberapa faktor, seperti siklon tropis, kondisi geomorfologi DAS, dan kerusakan daerah tangkapan air,” paparnya.
Banjir bandang dan longsor yang terjadi sejak 25 November 2025 telah melanda Provinsi Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Dampaknya sangat luas, terutama di Aceh yang terdampak hingga 18 kabupaten dan kota.
Data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menunjukkan bahwa hingga Kamis, total korban meninggal mencapai 776 jiwa, sementara 564 orang masih hilang dan sekitar 2.600 orang terluka.
Kementerian Kehutanan telah mengidentifikasi 70 titik banjir pada 31 DAS di Provinsi Aceh. Analisis citra satelit dari tahun 2019 hingga 2024 menunjukkan adanya perubahan tutupan lahan seluas 21.476 hektare dari hutan menjadi non-hutan, dengan rincian 12.159 hektare di kawasan hutan dan 9.317 hektare di luar kawasan. Selain itu, provinsi ini juga memiliki lahan kritis seluas 217.301 hektare, atau 7,1 persen dari area terdampak.
Sementara itu, di Sumatera Utara, terdapat 92 titik banjir di 13 DAS. Perubahan tutupan lahan di wilayah DAS tersebut mencapai 9.424 hektare, dengan dominasi area penggunaan lain. Raja Juli menjelaskan bahwa lahan kritis di wilayah terdampak mencapai 207.000 hektare, atau 14,7 persen.
Di Sumatera Barat, tercatat 56 titik banjir di 13 DAS. Perubahan lahan dari hutan menjadi non-hutan mencapai 1.821 hektare, yang mayoritas berada di kawasan hutan. Provinsi ini juga memiliki lahan kritis seluas 39.816 hektare, atau 7 persen dari total area terdampak.
Pilihan Editor: Cekak Anggaran Penanggulangan Bencana
Ringkasan
Kementerian Kehutanan mengalokasikan Rp 29 miliar dari APBN 2026 untuk rehabilitasi daerah aliran sungai (DAS) di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat yang terdampak banjir bandang dan longsor. Dana tersebut akan digunakan untuk pemulihan lingkungan dan penanganan lahan kritis seluas 464.598 hektare, dengan fokus pada reboisasi dan pengembangan kebun bibit rakyat. Alokasi dana per provinsi adalah: Aceh (Rp 8,4 miliar), Sumatera Utara (Rp 11,5 miliar), dan Sumatera Barat (Rp 9,08 miliar).
Selain rehabilitasi DAS, pemerintah juga berencana memperbaiki tata kelola kehutanan melalui digitalisasi berbasis satu peta dan percepatan pengakuan hutan adat. Kementerian juga sedang mengusut 12 perusahaan yang diduga terlibat perusakan lingkungan dan berkontribusi pada banjir. Bencana banjir tersebut disebabkan oleh kombinasi cuaca ekstrem, kondisi geomorfologi DAS, dan kerusakan daerah tangkapan air.








