KTT Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (KTT APEC) 2025 secara resmi dibuka pada Jumat, 31 Oktober 2025. Pertemuan tingkat tinggi ini diharapkan menjadi momentum penting untuk memacu pertumbuhan ekonomi, terutama di tengah meningkatnya tindakan sepihak dan berbagai hambatan perdagangan yang menghambat kemajuan.
KTT APEC 2025 berlangsung di Gyeongju, Korea Selatan, dari tanggal 31 Oktober hingga 1 November. Acara ini mempertemukan para pemimpin dari 21 negara anggota APEC, serta negara-negara tamu dan perwakilan dari berbagai organisasi internasional, seperti yang dilaporkan oleh Yonhap dan dikutip oleh Antara. Fokus utama dalam agenda pertemuan ini adalah upaya untuk meningkatkan perdagangan bebas dan memperkuat integrasi ekonomi di seluruh kawasan Asia-Pasifik.
Beberapa tokoh penting yang hadir dalam KTT APEC di Gyeongju antara lain Presiden Cina, Xi Jinping, dan Perdana Menteri Jepang, Sanae Takaichi. Namun, Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, memutuskan untuk tidak menghadiri KTT ini, meskipun sebelumnya ia sempat berpartisipasi dalam forum bisnis APEC dan bertemu dengan Presiden Korea Selatan, Lee Jae-myung, serta Presiden Cina, Xi Jinping.
Pembukaan KTT APEC diawali dengan sambutan hangat dari Presiden Lee kepada para pemimpin negara yang hadir. Setelah itu, sesi pertama KTT dimulai dengan tema sentral “Menuju Wilayah Tangguh yang Lebih Terhubung”.
Menurut keterangan dari kantor kepresidenan Korea Selatan, para pemimpin APEC akan membahas berbagai strategi untuk menjadikan kawasan Asia-Pasifik lebih terbuka, dinamis, dan tangguh. Diskusi ini diharapkan menghasilkan solusi konkret untuk tantangan-tantangan ekonomi yang dihadapi kawasan tersebut.
“Presiden Lee akan berperan penting dalam menjembatani para pemimpin untuk mencapai kesepakatan mengenai perlunya kerja sama yang lebih erat. Tujuan kami adalah memulihkan komitmen kawasan terhadap kolaborasi dan menjajaki langkah-langkah konkret agar APEC tetap menjadi forum ekonomi kunci di kawasan ini,” demikian pernyataan dari kantor kepresidenan Korea Selatan.
Sebagai tuan rumah APEC tahun ini, Korea Selatan bertekad untuk mencapai hasil yang konkret dan dapat diterima oleh semua anggota APEC. Upaya ini diwujudkan melalui rancangan “Deklarasi Gyeongju” yang diusulkan, serta inisiatif lain yang berfokus pada bidang kecerdasan artifisial (AI) dan perubahan demografis.
Dalam dua sesi utama KTT, para pemimpin APEC akan mendiskusikan saran-saran dari para pejabat tinggi negara-negara APEC. Tujuannya adalah menciptakan kawasan Asia-Pasifik yang lebih makmur melalui peningkatan kerja sama di bidang rantai pasok dan transisi digital. Isu-isu ini menjadi krusial dalam menghadapi dinamika ekonomi global yang terus berubah.
Salah satu hal yang menjadi sorotan utama adalah apakah para pemimpin APEC akan mencapai konsensus dalam menciptakan jalur yang jelas untuk perdagangan internasional. Hal ini menjadi tantangan tersendiri mengingat adanya perbedaan pandangan di antara para pemimpin mengenai tatanan perdagangan bebas global yang didukung oleh multilateralisme.
Dalam beberapa tahun terakhir, sebagian besar anggota APEC telah menunjukkan dukungan terhadap perdagangan bebas yang didasarkan pada sistem Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan menegaskan komitmen mereka terhadap prinsip multilateralisme.
Sebagai contoh, semua deklarasi yang ditandatangani selama KTT APEC dari tahun 2021 hingga 2024 memuat klausul yang mendukung sistem perdagangan multilateral berbasis aturan dengan WTO sebagai fondasinya. Klausul ini muncul setelah berakhirnya masa jabatan pertama Donald Trump sebagai Presiden AS. Penting untuk dicatat bahwa deklarasi pemimpin dalam KTT APEC hanya dapat disahkan jika ada kesepakatan bulat dari semua anggota APEC.
Menteri Luar Negeri Korea Selatan, Cho Hyun, menyatakan bahwa setelah pertemuan tingkat menteri APEC pada hari Kamis, kesepakatan mengenai deklarasi bersama APEC tahun ini “semakin dekat”. Hasil negosiasi akhir yang masih berlangsung akan menjadi agenda pembahasan utama dalam KTT.
“Kami berharap dokumen tersebut dapat disahkan pada hari Sabtu, saat sesi retret para pemimpin APEC,” kata Cho.
Sementara itu, Menteri Perdagangan Korea Selatan, Yeo Han-koo, menyampaikan bahwa kesepakatan dasar telah tercapai dalam beberapa aspek penting, seperti rantai pasok, digital, dan lingkungan. Ia menyebut ketiga aspek ini sebagai “inti dari agenda perdagangan hari ini dan pilar ekonomi masa depan”.
“Kami akan terus menjunjung tinggi multilateralisme yang berbasis pada WTO. Namun, ketika sistem WTO sedang dipertaruhkan, kami juga mendukung kerja sama plurilateral,” kata Yeo, merujuk pada sistem kerja sama antar-negara dengan lingkup yang lebih kecil.
Selain fokus pada isu ekonomi global, isu-isu regional juga menjadi perhatian. Di KTT APEC sebelumnya, Prabowo Subianto menyampaikan komitmen Indonesia dalam memerangi korupsi dan praktik bisnis yang merugikan. Isu ini menjadi pengingat akan pentingnya tata kelola yang baik dalam menjaga stabilitas ekonomi kawasan.
Ringkasan
KTT APEC 2025 di Gyeongju, Korea Selatan, bertujuan memacu pertumbuhan ekonomi di tengah tantangan global seperti hambatan perdagangan. Para pemimpin dari 21 negara anggota APEC, termasuk Presiden Cina Xi Jinping dan Perdana Menteri Jepang Sanae Takaichi, hadir untuk membahas peningkatan perdagangan bebas dan integrasi ekonomi di Asia-Pasifik.
Fokus utama KTT adalah menciptakan kawasan Asia-Pasifik yang lebih tangguh dan terhubung melalui kerjasama yang lebih erat. Diskusi meliputi strategi meningkatkan rantai pasok, transisi digital, dan menghadapi dinamika ekonomi global. Korea Selatan mengusulkan “Deklarasi Gyeongju” dan inisiatif terkait AI serta perubahan demografis, dengan harapan mencapai konsensus tentang jalur perdagangan internasional.








