KEMENTERIAN Agama (Kemenag) mengakui bahwa sejumlah pondok pesantren tradisional di Indonesia didirikan tanpa melalui prosedur formal yang seharusnya. Pendirian pondok pesantren ini umumnya dilakukan secara swadaya oleh masyarakat sekitar dan para wali santri.
“Karena itu, Kemenag berkomitmen untuk mendorong mitigasi dengan melakukan identifikasi dan asesmen terhadap bangunan pesantren yang berpotensi bermasalah,” kata Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Komunikasi Publik Kemenag, Thobib Al Asyhar, dalam keterangan resminya pada Jumat, 3 Oktober 2025.
Peristiwa ambruknya bangunan Pondok Pesantren Al Khoziny di Sidoarjo, Jawa Timur, menjadi titik balik yang menyadarkan Kemenag untuk lebih serius memperhatikan aspek keamanan dan kelayakan bangunan pesantren. Tragedi yang terjadi pada Senin, September 2025 ini menimpa ratusan santri yang sedang melaksanakan salat asar di bangunan tersebut.
Thobib mengakui bahwa kejadian tragis ini disebabkan oleh adanya kelemahan pada sisi bangunan. Oleh karena itu, Kemenag menekankan pentingnya kepatuhan seluruh pengelola pondok pesantren terhadap prosedur pembangunan yang berlaku, terutama terkait dengan kepemilikan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
“Semua bangunan pada prinsipnya harus berizin, bukan hanya pesantren. Regulasi sudah ada, tinggal dipatuhi agar tidak menimbulkan risiko,” tegasnya.
Ke depannya, Kemenag berjanji akan lebih ketat dalam mengawasi proses pembangunan di pondok pesantren. Meskipun Kemenag tidak memiliki kewenangan teknis dalam menilai kelayakan bangunan, pihaknya akan berkoordinasi dengan kementerian lain, termasuk Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), untuk membantu mengawasi keamanan sarana yang dibangun. Upaya ini dilakukan untuk memastikan keselamatan dan kenyamanan para santri.
Kemenag juga menyampaikan rasa duka yang mendalam atas jatuhnya puluhan korban dalam peristiwa di Ponpes Al Khoziny. Menteri Agama Nasaruddin Umar telah mengunjungi langsung lokasi kejadian. Kunjungan ini bukan hanya sebagai bentuk empati, tetapi juga untuk memahami akar permasalahan yang menyebabkan musibah tersebut.
Menteri Agama melihat banyak hal yang perlu diperbaiki ke depannya. Tragedi ini menjadi pelajaran berharga agar seluruh pondok pesantren benar-benar memperhatikan pembangunan dengan mengutamakan kenyamanan dan keamanan santri. Prioritas utama adalah memastikan lingkungan belajar yang aman dan kondusif bagi para santri.
Pilihan Editor: Syarat Menghentikan MBG Terpenuhi, Kenapa BGN Tutup Mata? (Kalimat ini diubah menjadi paragraf transisi)
Tentu menjadi pertanyaan, mengapa pihak-pihak terkait terkesan menutup mata terhadap potensi masalah yang ada? Sama halnya dengan tragedi di Ponpes Al Khoziny, pengawasan yang ketat dan kepatuhan terhadap regulasi menjadi kunci utama untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang.
Asrama santri putra Ponpes Al Khoziny ambruk saat para santri sedang melaksanakan salat asar berjamaah di lantai dua yang difungsikan sebagai musala. Menurut pengasuh pesantren, Abdul Salam Mujib, bangunan yang ambruk tersebut memang sedang dalam tahap renovasi.
Pengecoran atap lantai tiga yang ambruk baru saja selesai dilakukan sejak pagi hingga pukul 12.00 hari itu. “Setahu saya, pengecoran terakhir dilakukan tadi pagi sampai siang hari,” ujar Mujib kepada awak media di Sidoarjo pada Senin, 29 September 2025.
Sekitar pukul 15.00, atap yang baru dicor tersebut tiba-tiba ambruk dan menimpa ratusan santri yang sedang salat di lantai dua. Para santri yang berada di dalam musala pun terjebak di balik reruntuhan.
Diduga, peristiwa ini terjadi karena pondasi bangunan yang tidak kokoh. Hingga Jumat, 3 Oktober 2025, total korban tercatat 167 orang. Dari jumlah tersebut, 118 orang telah ditemukan dengan rincian 103 orang selamat, 14 orang meninggal dunia, dan satu orang pulang tanpa membutuhkan perawatan medis.
Selain itu, 14 orang korban selamat masih menjalani perawatan intensif di rumah sakit, 89 orang sudah diperbolehkan pulang, dan satu orang dirujuk ke rumah sakit di Mojokerto. Sementara itu, 49 orang lainnya berdasarkan daftar absensi pondok pesantren masih dalam pencarian tim SAR gabungan.
Ringkasan
Kementerian Agama (Kemenag) mengakui banyak pondok pesantren tradisional berdiri tanpa izin resmi, dibangun swadaya oleh masyarakat dan wali santri. Kemenag berkomitmen untuk mengidentifikasi dan menilai bangunan pesantren yang berpotensi bermasalah, terutama setelah kejadian ambruknya Pondok Pesantren Al Khoziny di Sidoarjo.
Tragedi di Ponpes Al Khoziny, yang menelan korban jiwa dan luka-luka, disebabkan oleh kelemahan pada bangunan yang sedang direnovasi. Kemenag akan memperketat pengawasan pembangunan di pesantren dan berkoordinasi dengan Kementerian PUPR untuk memastikan keamanan sarana yang dibangun, serta menekankan pentingnya kepatuhan terhadap IMB.









