News Stream Pro – Program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang digagas sebagai salah satu program prioritas nasional, kini tengah dilanda polemik serius. Pelaksanaannya di berbagai daerah telah memicu keprihatinan mendalam setelah sejumlah insiden keracunan yang menimpa ratusan siswa.
Kasus keracunan ini sontak menimbulkan reaksi beragam di masyarakat. Banyak orang tua korban, yang merasa trauma dan khawatir, menyuarakan harapan agar program MBG segera dihentikan guna mencegah lebih banyak korban. Namun, di sisi lain, tidak sedikit pula masyarakat dan pihak sekolah yang berharap program ini tetap dilanjutkan, mengingat tujuannya yang mulia.
Dilema ini diungkapkan secara langsung oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti. Menurutnya, Badan Gizi Nasional (BGN) tengah melakukan evaluasi menyeluruh atas maraknya kasus keracunan yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia.
“Pada prinsipnya kami tetap mendukung, dan sebagian besar masyarakat serta sekolah-sekolah juga mengharapkan MBG tetap dilaksanakan,” kata Mu’ti, seperti dikutip dari Kompas.com pada Minggu (28/9/2025). Pernyataan Mendikdasmen ini mempertegas bahwa, terlepas dari isu keracunan yang mencuat, dukungan terhadap keberlanjutan program MBG masih cukup kuat di beberapa kalangan.
Mu’ti menjelaskan bahwa MBG merupakan salah satu program prioritas utama Presiden Prabowo Subianto yang bertujuan besar untuk membentuk generasi Indonesia yang sehat, kuat, dan unggul. Meskipun dihadapkan pada sejumlah kendala di lapangan, program ini dinilai memiliki dampak signifikan dalam upaya perbaikan gizi anak sekolah. Sebagai penerima manfaat terbesar, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) menegaskan komitmennya untuk mendukung kelanjutan program ini.
Merespons kasus keracunan yang terus terjadi, Mu’ti menegaskan bahwa hal tersebut telah menjadi perhatian serius pemerintah. Oleh karena itu, BGN akan melaksanakan evaluasi mendalam yang melibatkan lintas kementerian. “Nanti masih ada rapat-rapat koordinasi lintas kementerian bagaimana MBG ini lebih baik dan juga lebih bermanfaat,” pungkas Mu’ti, menyoroti urgensi untuk menemukan solusi terbaik demi keberlangsungan program dan keselamatan anak-anak.
Sementara itu, harapan akan penghentian program MBG semakin menguat dari para orang tua korban. Rika, salah seorang orang tua siswa korban keracunan di Kabupaten Bandung Barat, secara tegas meminta agar program MBG dihentikan.
“Tolong banget usahin kalau bisa ditutup (program MBG), karena apa? (Sekarang) kejadian di satu lokasi, dua lokasi, kita enggak tahu kapan lagi ke lokasi yang mana. Karena ini apa? Nyawa taruhannya,” kata Rika, sebagaimana disiarkan akun YouTube Kompas TV Jateng, Kamis (25/9/2025). “Jadi tolong, saya sebagai wali murid minta tolong di-stop,” lanjutnya, menyuarakan kepanikan dan kekhawatirannya.
Rika juga mengusulkan alternatif, jika pemerintah memang peduli terhadap gizi siswa, bantuan uang tunai langsung ke setiap keluarga akan lebih efektif. Dengan begitu, keluarga dapat menyediakan makanan yang paling sesuai dengan kebutuhan dan kondisi spesifik anak mereka. “Pagi makan apa, sarapan apa. Saya tahu untuk anak saya seperti apa,” ucap Rika.
Kekhawatiran serupa juga diutarakan oleh orang tua siswa korban keracunan lainnya di Kabupaten Bandung Barat, yang anaknya harus dilarikan ke rumah sakit hingga dua kali. “Harus ditutup aja (program MBG) aku enggak setuju kalau diteruskan banyak korban. Anak saya sudah dua kali masuk ke sini (rumah sakit),” ujarnya. Ia menambahkan bahwa anaknya yang semula sehat saat berangkat sekolah, tiba-tiba muntah-muntah setibanya di rumah. “Pulang dari sekolah muntah-muntah. Aku panik. Harus ditutup aja (program MBG),” tandasnya, mencerminkan trauma yang mendalam.
Tidak hanya orang tua, kalangan pendidik pun menyuarakan keresahan. Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) turut menyoroti permasalahan ini dengan meminta agar program MBG dievaluasi total atau bahkan dimoratorium. Ketua Dewan Pakar FSGI, Retno Listyarti, mengungkapkan bahwa data yang dihimpun FSGI mencatat adanya pelaksanaan MBG yang bermasalah di 14 provinsi melalui beragam persoalan.
“Data tersebut berasal dari jaringan FSGI di berbagai daerah,” kata Retno melalui keterangan tertulis, Rabu (24/9/2025). Ia menyebut kasus keracunan MBG terbaru di Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, yang korbannya mencapai 364 siswa, bahkan sampai membuat Bupati Bandung Barat menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) dan menghentikan MBG untuk dievaluasi. “Ada anak korban yang bahkan sampai mengalami kejang hingga BAB bercampur darah,” lanjutnya, menggambarkan dampak serius dari kejadian tersebut.
FSGI menilai, ironisnya, alih-alih melakukan evaluasi serius, apalagi menghentikan program, anggaran MBG untuk tahun 2026 justru disahkan DPR sebesar Rp 335 triliun, meningkat drastis dari Rp 71 triliun pada 2025 yang bahkan baru terserap 22 persen per awal September 2025. “Jangan mengejar target capaian jumlah tapi mengabaikan keselamatan anak-anak Indonesia,” tegas Retno. Senada, Sekjen FSGI Fahriza Marta Tanjung menekankan, “MBG harus segera dievaluasi total pemerintah dan selama proses evaluasi program MBG harus di moratorium dahulu.”
Adapun 14 provinsi yang pelaksanaan MBG-nya dinilai bermasalah oleh FSGI, meliputi: Pangkal Pinang (Bangka Belitung); Garut, Cianjur, Bandung Barat (Jawa Barat); Sukoharjo, Solo, Sragen (Jawa Tengah); Lamongan, Madura, Ngawi dan Situbondo (Jawa Timur); Sleman, Gunung Kidul (Daerah Istimewa Yogyakarta); DKI Jakarta, Lebong (Bengkulu); Kota Batam (Kepulauan Riau); Polewali Mandar (Sulawesi Barat); Kabupaten Banggai (Kepulauan Sulawesi Tengah); Bau Bau (Sulawesi Tenggara); Kabupaten Bireuen (D.I. Aceh); Kupang dan Sumba (NTT); Sumbawa (NTB); serta Kabupaten Nunukan (Kalimantan Utara).
Permintaan evaluasi menyeluruh terhadap program MBG juga datang dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Wakil Ketua KPAI Jasra Putra menyoroti peningkatan kasus keracunan makanan, yang salah satunya berasal dari program MBG. “Satu kasus anak yang mengalami keracunan bagi KPAI sudah cukup banyak. Artinya pemerintah perlu evaluasi menyeluruh program MBG,” kata Jasra melalui keterangan tertulis, Sabtu (20/9/2025).
Selain evaluasi, KPAI juga mengusulkan agar program MBG dihentikan sementara hingga instrumen panduan dan pengawasan yang memadai dibuat dan dilaksanakan dengan baik oleh Badan Gizi Nasional (BGN). Jasra mengakui bahwa KPAI tidak mengetahui secara pasti apa yang terjadi di “dapur” MBG, namun jumlah korban dan peristiwa keracunan menunjukkan adanya kondisi yang tidak terkendali. “Ibarat mobil, punya target ingin cepat sampai, tetapi pandangan kita ke kaca depan mobil, tidak bisa mengawasi apa yang ada di depan, karena kecepatan yang terlalu tinggi,” ujarnya, menganalogikan perlunya pengereman sementara untuk meninjau kembali kondisi program.
Oleh karena itu, KPAI menilai penghentian sementara MBG diperlukan untuk melakukan evaluasi komprehensif terhadap pencapaian, antisipasi risiko, dan pengawasan. KPAI juga menggarisbawahi pentingnya petugas khusus yang memantau kesadaran dan kepekaan masalah kesehatan anak, khususnya di usia PAUD, agar penanganan keracunan dapat dilakukan lebih baik dan cepat. “Begitu juga bila mengalami situasi darurat, perlu alat alat terstandarisasi baik. Agar dapat di selamatkan, karena pertahanan mereka tidak sekuat kita,” pungkas Jasra, menekankan perlindungan anak sebagai prioritas utama.
Di tengah desakan untuk menghentikan sementara program, pemerintah belum memberikan kepastian lebih lanjut. Namun, Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Nanik S Deyang, menyampaikan bahwa pihaknya akan membentuk dua tim investigasi untuk menyelidiki kasus keracunan yang menimpa penerima manfaat program MBG.
Tim pertama, di bawah Deputi Pemantauan dan Pengawasan (Tawas), akan bekerja sama dengan Kepolisian, Badan Intelijen Negara (BIN), Dinas Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), serta pemerintah daerah (pemda) setempat. “Deputi Tawas, Pemantauan dan Pengawasan nanti kerja sama di situ ada kepolisian, BIN, Dinkes (Dinas Kesehatan), BPOM, dan juga pemda setempat untuk mengadakan investigasi,” ujar Nanik di Gedung BGN, Jakarta Pusat, Jumat (26/9/2025).
Tim investigasi kedua yang dibentuk BGN bersifat independen, beranggotakan para ahli kimia, ahli farmasi, dan juru masak (chef). “Jadi ini sekumpulan dari yang independen, dari berbagai dispilin ilmu,” jelasnya, menunjukkan keseriusan BGN dalam mengungkap akar masalah keracunan ini.
Sebagai langkah konkret, pemerintah juga telah menutup sementara sejumlah dapur penyedia layanan atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang terbukti bermasalah. Langkah ini diambil untuk memberikan ruang bagi evaluasi total dan investigasi menyeluruh. “SPPG yang bermasalah ditutup untuk sementara dilakukan evaluasi dan investigasi,” ucap Menteri Koordinator bidang Pangan, Zulkifli Hasan, dalam Konferensi Pers Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) Program Prioritas MBG di Kantor Kementerian Kesehatan, Jakarta, Minggu (28/9/2025). Tindakan ini diharapkan dapat menjamin keamanan dan kualitas program ke depannya, sekaligus menanggapi kekhawatiran publik, termasuk usulan orang tua untuk mempertimbangkan kembali model penyaluran bantuan gizi yang lebih aman dan terpersonalisasi.









