News Stream Pro, seorang jurnalis asal Malaysia, Avineshwaran Taharumalengam, mengupas tuntas sanksi berat yang dijatuhkan FIFA kepada Asosiasi Sepak Bola Malaysia (FAM) akibat pemalsuan dokumen pemain naturalisasi. Laporan investigasinya mengungkap kronologi dan dampak yang mengguncang persepakbolaan Negeri Jiran.
FAM terbukti bersalah oleh FIFA karena memalsukan dokumen tujuh pemain naturalisasi, yaitu Gabriel Felipe Arrocha, Facundo Tomas Garces, Rodrigo Julian Holgado, Imanol Javier Machuca, Joao Vitor Brandao Figueiredo, Jon Irazabal Iraurgui, dan Hector Alejandro Hevel Serrano. FIFA menyatakan bahwa FAM menggunakan dokumen palsu tersebut agar para pemain naturalisasi itu memenuhi syarat untuk bermain.
Ironisnya, ketujuh pemain tersebut sempat menunjukkan performa yang menjanjikan saat Malaysia dibantai Vietnam dengan skor telak 4-0 pada Juni lalu.
Dalam laporannya di The Star, Avineshwaran menekankan keseriusan kasus ini, yang menimbulkan kekecewaan mendalam di kalangan publik Malaysia. “Ini bukan lagi sekadar tentang hasil buruk atau kampanye yang gagal. Ini adalah sesuatu yang jauh lebih serius,” tulis Avineshwaran. Kecurigaan Avineshwaran sendiri sudah muncul sejak awal proyek naturalisasi ketujuh pemain ini digulirkan.
Kasus ini bermula dari pernyataan kontroversial pemilik Johor Darul Ta’zim (JDT), Tunku Ismail Sultan Ibrahim, pada 11 Januari 2025. Saat itu, melalui akun X resminya, putra mahkota Kesultanan Johor tersebut mengumumkan kedatangan enam hingga tujuh pemain naturalisasi baru ke dalam skuad Timnas Malaysia. Pengumuman ini dinilai mengabaikan proses uji kelayakan sebagai warga negara Malaysia.
Pihaknya juga menyoroti masih banyaknya warga Malaysia yang berjuang mendapatkan hak kewarganegaraannya. “Di negara tempat ribuan penduduk jangka panjang terus berjuang untuk mendapatkan kewarganegaraan, persepsi bahwa pemain kelahiran luar negeri dipercepat hanya demi kenyamanan bermain sepak bola, telah menyentuh sisi sensitif,” tulis The Star.
Avineshwaran menyarankan agar FAM mencontoh PSSI dalam mendokumentasikan data pemain diaspora secara jelas dan transparan, seperti yang dilakukan dalam proyek naturalisasi Timnas Indonesia. Ia menilai transparansi PSSI dalam membuka dokumen ke publik menjadi kunci keberhasilan proyek naturalisasi mereka. “Tentu saja, pemain naturalisasi dan warisan merupakan bagian dari sepak bola modern. Jika dilakukan secara transparan dan sah, seperti di negara lain seperti Indonesia – di mana garis keturunan terdokumentasi dengan jelas – upaya semacam itu membuahkan hasil,” lanjutnya.
Berbeda dengan PSSI yang terbuka, FAM justru terkesan menutupi proses naturalisasi ketujuh pemain tersebut. Mereka tidak membuka dokumen ke publik dan hanya mengklaim bahwa ketujuh pemain telah mendapatkan persetujuan dari FIFA. Avineshwaran juga mengkritik Pemerintah Malaysia yang dinilai cenderung menutup-nutupi masalah ini. “Lembaga pemerintah pun mengalihkan pertanyaan dan mengarahkan pertanyaan kembali ke FAM,” tulis Avineshwaran di The Star. “Bahkan di dalam tim, saya pernah ditanya: ‘Kenapa orang-orang begitu peduli dengan kakek-nenek mereka? Mereka orang Malaysia yang ingin mengenakan jersey itu’,” lanjutnya.
Situasi semakin diperburuk dengan bocornya informasi dari Tunku Ismail Sultan Ibrahim yang mengungkapkan bahwa proses naturalisasi tersebut tidak menggunakan akta kelahiran asli sesuai prosedur yang berlaku. “Dua detail menonjol. Pertama, catatan kelahiran asli yang ditulis tangan tidak dapat ditemukan dari arsip sejarah dan salinan resmi diterbitkan berdasarkan bukti yang terverifikasi,” lanjutnya.
Sanksi FIFA ini tidak hanya berdampak pada FAM dan Timnas Malaysia, tetapi juga terhadap klub Johor Darul Ta’zim (JDT) yang dimiliki oleh Tunku Ismail Sultan Ibrahim.
JDT berpotensi menerima sanksi yang lebih serius di berbagai kompetisi yang mereka ikuti. “Konsekuensinya serius. JDT, yang telah lama dianggap sebagai klub model Malaysia, kini menghadapi risiko kisah sukses mereka akan tercoreng,” tulis Avineshwaran. “Hal ini menimbulkan ketidakpastian lebih lanjut: Akankah pertandingan JDT terpengaruh? Akankah Liga Sepak Bola Malaysia menunda jadwal pertandingan? Mungkinkah AFC atau AFF mengambil tindakan terkait hasil Liga Champions AFC Elite atau Piala Shopee Kejuaraan Klub ASEAN?”
Avineshwaran menyimpulkan bahwa sanksi FIFA terkait pemalsuan dokumen oleh FAM ini adalah skandal paling memalukan dalam sejarah sepak bola Malaysia. “Ini bukan sekadar kemunduran biasa – ini adalah krisis kredibilitas yang serius. Jika temuan ini terbukti, ini akan menandai salah satu momen tergelap dalam sepak bola Malaysia, bahkan melampaui skandal pengaturan pertandingan tahun 1990-an,” tulisnya.
Ringkasan
FAM (Asosiasi Sepak Bola Malaysia) dijatuhi sanksi oleh FIFA karena memalsukan dokumen naturalisasi tujuh pemain, yang bermula dari pengumuman kontroversial pemilik JDT, Tunku Ismail Sultan Ibrahim. Pengumuman terkait kedatangan pemain naturalisasi tersebut dinilai mengabaikan proses uji kelayakan kewarganegaraan, menimbulkan kecurigaan dan kekecewaan di kalangan publik Malaysia. FAM dinilai tidak transparan dalam proses naturalisasi, berbeda dengan PSSI yang membuka dokumen ke publik.
Sanksi ini berdampak besar pada FAM, Timnas Malaysia, dan bahkan klub JDT. JDT berpotensi menerima sanksi di berbagai kompetisi. Kasus ini dianggap sebagai skandal paling memalukan dalam sejarah sepak bola Malaysia, krisis kredibilitas yang serius, dan melampaui skandal pengaturan pertandingan tahun 1990-an.









