Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menghadapi sorotan tajam terkait strategi pengelolaan utang pemerintah dalam rapat perdana dengan Komisi XI DPR RI, Rabu, 10 September 2025. Pertanyaan mendasar yang mengemuka adalah, mampukah pemerintah melunasi kewajiban utang yang terus membengkak?
Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PDIP, Harris Turino, secara terbuka mengungkapkan kekhawatirannya. Ia mempertanyakan kemampuan pemerintah untuk membayar pokok dan bunga utang tahun ini, yang diperkirakan mencapai Rp 1.300 triliun. “Saya terus terang bertanya-tanya, Pak, apakah kita benar-benar punya kemampuan bayar yang sound and clear untuk ini?” tanyanya di ruang rapat Komisi XI DPR, Senayan, Jakarta.
Kekhawatiran ini diperkuat dengan rencana pemerintah menarik utang baru untuk membiayai APBN tahun depan. Harris mengingatkan akan pentingnya pengelolaan utang yang hati-hati agar tidak terjadi gagal bayar atau default. “Untuk tahun depan kira-kira seperti apa, Pak? Jangan sampai terjadi default,” tegasnya.
Senada dengan Harris, Kamrussamad, anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Gerindra, melihat momentum ini sebagai peluang bagi Menteri Keuangan yang baru untuk menyusun strategi komprehensif. Ia menekankan pentingnya skenario penyelesaian utang jangka menengah dan panjang yang transparan. “Alangkah baiknya jika di awal-awal kepemimpinan Bapak ini bisa mengumumkan skenario ini kepada publik, sehingga kedepannya kita memiliki kesempatan yang sama untuk terus memikirkan dalam rangka mengurangi rasio utang kita terhadap PDB,” ujarnya.
Amin Ak, anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PKS, menyoroti tantangan besar yang dihadapi Purbaya dalam menutup defisit anggaran. Ia mempertanyakan strategi yang akan diambil, apakah dengan terus menambah utang atau dengan meningkatkan penerimaan negara. “Di satu sisi kita kan enggak bisa nambah-nambah utang terus. Membayar utang dengan utang lagi. Di sisi lain perlu meningkatkan atau ekstensifikasi pajak yang juga kemarin sangat sensitif. Bagaimana strategi menutup defisit?” tanyanya. Pertanyaan ini menggarisbawahi dilema yang dihadapi pemerintah dalam mengelola keuangan negara.
Selain beban utang yang terus bertambah, Ketua Komisi XI DPR, Mukhamad Misbakhun, menyoroti biaya berutang yang semakin mahal. Ia menjelaskan bahwa tingkat suku bunga yang masih tinggi, berkisar antara 6-7 persen, memberikan tekanan pada ruang fiskal dan meningkatkan biaya bunga utang. “Kenapa tingkat suku bunga negara selevel Indonesia, itu suku bunganya masih di kisaran 6-7 persen. Itu kan memberikan tekanan di ruang fiskal yang tersendiri terhadap biaya bunga,” ujarnya.
Menanggapi berbagai pertanyaan dan kekhawatiran tersebut, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa berjanji untuk memastikan penyerapan anggaran berjalan optimal. Ia menegaskan komitmennya untuk memastikan bahwa setiap utang yang ditarik memberikan manfaat nyata bagi perekonomian. “Dan utang yang sudah kita keluarkan itu betul-betul bermanfaat buat ekonomi,” ucapnya.
Tekanan terhadap anggaran negara semakin terasa mengingat tahun ini pemerintah memiliki kewajiban membayar utang jatuh tempo sebesar Rp 833,9 triliun dan bunga utang sebesar Rp 599,4 triliun. Lebih lanjut, dalam RAPBN 2026, pemerintah berencana menarik utang baru sebesar Rp 781 triliun, yang semakin mempertegas urgensi strategi pengelolaan utang yang berkelanjutan.
Sorotan terhadap pengelolaan utang ini muncul di tengah isu sensitif lainnya, seperti yang dialami oleh mantan Menteri Keuangan. Sebelumnya, sempat terjadi drama permintaan pengunduran diri sebanyak dua kali, yang menambah kompleksitas situasi keuangan negara saat ini. Buntut Rumah Sri Mulyani Dijarah: Drama Dua Kali Minta Mundur.
Ringkasan
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menghadapi sorotan tajam dari Komisi XI DPR RI terkait strategi pengelolaan utang negara, terutama kemampuan pemerintah membayar pokok dan bunga utang yang diperkirakan mencapai Rp 1.300 triliun. Anggota DPR menekankan pentingnya kehati-hatian dalam menarik utang baru untuk membiayai APBN dan meminta skenario penyelesaian utang jangka menengah dan panjang yang transparan untuk menghindari gagal bayar.
Selain itu, DPR juga menyoroti biaya berutang yang semakin mahal akibat tingkat suku bunga yang tinggi, serta tantangan menutup defisit anggaran tanpa terus menambah utang atau menaikkan pajak. Menkeu Purbaya berjanji untuk mengoptimalkan penyerapan anggaran dan memastikan setiap utang memberikan manfaat bagi perekonomian, mengingat kewajiban pembayaran utang jatuh tempo dan rencana penarikan utang baru dalam RAPBN 2026.








