Tentara Nepal mengambil alih kendali keamanan sejak Selasa malam, 9 September 2025, menyusul gelombang protes yang berujung pada penjarahan dan vandalisme. Nepal News melaporkan bahwa 27 orang telah ditangkap di Kathmandu dan Bhaktapur atas keterlibatan mereka dalam aksi kriminal tersebut.
Dari jumlah tersebut, lima orang ditahan di New Baneshwor karena diduga melakukan perampokan bank. Sementara itu, 21 orang lainnya diciduk saat melakukan penjarahan di Bhaktapur dan kawasan Bouddha, Kathmandu. Pihak militer menjelaskan bahwa operasi ini terpaksa digelar setelah kelompok oportunis memanfaatkan momentum protes generasi Z (Gen Z) untuk melakukan tindakan anarkis.
Barang Rampasan dan Senjata Disita
Upaya penegakan hukum ini membuahkan hasil. Menurut laporan The Himalayan Times, tentara berhasil menyita uang tunai sebesar 3,37 juta rupee yang merupakan hasil jarahan di kawasan Gausala-Chabahil-Bouddha, Kathmandu. Selain itu, aparat juga menemukan 31 pucuk senjata api beserta magasin dan amunisinya. Sebanyak 23 senjata ditemukan di Kathmandu, sementara delapan lainnya diamankan di Pokhara.
Untuk mengatasi kebakaran yang terjadi akibat aksi massa, tiga unit mobil pemadam kebakaran dikerahkan. Pihak berwenang memastikan bahwa 23 personel polisi dan tiga warga sipil yang terluka dalam bentrokan kini tengah mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit militer.
Dalam situasi yang membutuhkan ketenangan dan kerja sama, tentara Nepal mengimbau masyarakat untuk membantu menekan aksi penjarahan, pembakaran, dan perusakan. Warga diminta untuk segera melaporkan setiap insiden melalui SMS, WhatsApp, atau Viber ke nomor 9863029029. “Masyarakat diharapkan bersatu, menjaga lingkungan, dan menyampaikan informasi akurat secepatnya sebelum aparat tiba,” demikian pernyataan resmi dari pihak tentara.
Akar Masalah: Gelombang Protes Gen Z
Gelombang protes yang melanda Nepal ini, menurut laporan Politico, dipicu oleh pemblokiran 26 media sosial, termasuk platform populer seperti Facebook, X (dulu Twitter), dan YouTube. Pemblokiran ini dilakukan karena perusahaan-perusahaan tersebut dinilai tidak memenuhi syarat registrasi pemerintah per 3 September. Namun, kebijakan ini justru dipandang oleh masyarakat sebagai upaya sensor dan pembungkaman kritik.
Larangan media sosial tersebut semakin memperkuat ketidakpuasan publik yang telah lama terpendam. Warga menilai bahwa keluarga elite politik hidup dalam kemewahan, sementara sebagian besar rakyat Nepal harus berjuang dengan pendapatan per kapita yang kurang dari US$ 1.400 per tahun. Meskipun larangan tersebut akhirnya dicabut, demonstrasi terus berlanjut setelah polisi menembak kerumunan pengunjuk rasa, yang mengakibatkan 19 orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka.
Eskalasi protes pun tak terhindarkan. Aksi pembakaran gedung pemerintah, rumah politisi, hingga serangan terhadap sejumlah pejabat menjadi pemandangan yang sering terjadi. Puncaknya, Perdana Menteri KP Sharma Oli mengundurkan diri dari jabatannya pada Selasa, 9 September, menandai babak baru dalam krisis politik di Nepal.
Di tengah gejolak politik dan sosial ini, penting untuk memahami bahwa akar masalahnya kompleks dan melibatkan berbagai faktor. Mulai dari ketidakpuasan terhadap kondisi ekonomi, pembatasan kebebasan berpendapat, hingga respons pemerintah yang dianggap represif. Semua faktor ini berkontribusi pada gelombang protes yang melanda negara tersebut.
Ringkasan
Tentara Nepal mengambil alih keamanan setelah protes Gen Z berujung penjarahan dan vandalisme. Sebanyak 27 orang ditangkap di Kathmandu dan Bhaktapur, dengan sejumlah barang rampasan dan senjata api disita. Aksi protes dipicu pemblokiran media sosial yang dianggap sebagai upaya sensor, memperkuat ketidakpuasan publik terhadap kondisi ekonomi dan pemerintah.
Demonstrasi berlanjut setelah penembakan oleh polisi menyebabkan korban jiwa dan luka-luka. Aksi pembakaran dan serangan terhadap pejabat meningkat, hingga Perdana Menteri KP Sharma Oli mengundurkan diri. Akar masalah kompleks, melibatkan ketidakpuasan ekonomi, pembatasan kebebasan berpendapat, dan respons pemerintah yang represif.








