PRESIDEN Prabowo Subianto dengan tegas menyindir seorang bupati yang memilih pergi ke luar negeri di tengah krisis banjir dan longsor melanda daerahnya. Sindiran tajam ini disampaikan Presiden, menyamakan tindakan bupati tersebut dengan seorang tentara yang desersi, meninggalkan pasukannya di medan perang. Pernyataan keras ini dilontarkan dalam rapat terbatas penanganan dan pemulihan bencana yang berlangsung di Pos Pendamping Nasional Penanganan Bencana Alam Aceh, Pangkalan TNI AU Sultan Iskandar Muda, Aceh Besar, pada Minggu malam, 7 Desember 2025.
Momen ini bermula ketika Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian melaporkan kebutuhan anggaran yang diperlukan kabupaten/kota untuk membantu masyarakat terdampak bencana. Setelah menerima laporan tersebut, Presiden Prabowo menyampaikan apresiasinya kepada para kepala daerah yang hadir secara daring, menggarisbawahi peran krusial mereka. “Kalian yang di depan, kalian panglima-panglima terdepan, kalian yang harus bekerja keras untuk rakyat ya. Jadi yang bisa saya kerahkan adalah dukungan untuk kalian, supaya kalian tidak ragu-ragu,” ujar Prabowo, seperti dikutip dari YouTube Sekretariat Presiden, Minggu, 7 Desember 2025.
Prabowo secara khusus menyampaikan terima kasih kepada para bupati yang tak kenal lelah berjuang untuk rakyatnya, menegaskan bahwa mereka dipilih oleh rakyat untuk menghadapi kesulitan. Namun, ia juga menyinggung adanya bupati yang “kabur” dari tanggung jawabnya. Presiden mempersilakan bupati tersebut untuk lari, tetapi harus siap menerima konsekuensi berat, yakni pemecatan. Ia pun langsung meminta Mendagri untuk memproses bupati yang melarikan diri tersebut. “Itu kalau tentara itu namanya desersi itu. Dalam keadaan bahaya meninggalkan anak buah. Waduh, itu enggak bisa tuh,” tegasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Prabowo bahkan bertanya kepada Sekretaris Jenderal Gerindra yang juga menjabat Menteri Luar Negeri, Sugiono, yang turut hadir dalam rapat, untuk mengkonfirmasi mengenai pemecatan terkait kasus ini di internal Partai Gerindra. Meskipun Ketua Umum Partai Gerindra itu tidak menyebutkan nama bupati secara spesifik, sindirannya secara tak langsung mengarah kepada Bupati Aceh Selatan, Mirwan M. S.
Mirwan M. S., yang merupakan kader Partai Gerindra, diketahui berada di Tanah Suci Mekkah untuk menunaikan ibadah umrah tepat saat Aceh Selatan diterjang bencana banjir dan longsor. Situasi ini diperparah oleh fakta bahwa Mirwan tercatat telah mengajukan permohonan izin perjalanan luar negeri dengan alasan penting melalui surat bernomor 093/1334/2025 tertanggal 24 November 2025 kepada Gubernur Aceh Muzakir Manaf. Namun, Pemerintah Aceh menolak memproses izin tersebut karena status darurat bencana masih berlaku, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten, sebagaimana tertuang dalam surat balasan bernomor 100.1.4.2/18413 pada 28 November 2025.
Kendati izin belum diterbitkan, Mirwan tetap memutuskan untuk berangkat ke Tanah Suci. Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi darinya terkait keberangkatannya, sementara upaya penanganan banjir dan longsor di Aceh Selatan masih terus berlangsung. Merespons situasi ini, Dewan Pimpinan Pusat Partai Gerindra pun bergerak cepat. Hanya dua hari sebelum Prabowo melontarkan sindiran kerasnya, tepatnya pada Jumat, 5 Desember 2025, DPP Gerindra telah resmi memecat Mirwan M. S. dari jabatannya sebagai Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Gerindra Aceh Selatan. Sekjen Gerindra Sugiono menyayangkan sikap Mirwan yang memilih pergi ke luar negeri saat daerahnya dilanda bencana besar. “Sangat disayangkan sikap dan kepemimpinan Mirwan. Oleh karena itu DPP Gerindra memutuskan untuk memberhentikan Mirwan sebagai Ketua DPC Gerindra Aceh Selatan,” kata Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Sugiono dalam keterangan resminya.
Kasus semacam ini menyoroti betapa krusialnya kehadiran dan kepemimpinan seorang kepala daerah dalam menghadapi musibah. Kegagalan kepemimpinan di garda terdepan dapat memperparah kondisi masyarakat, bahkan bisa mengancam korban bencana di wilayah lain seperti Sumatera dengan krisis kelaparan, menggarisbawahi pentingnya respons cepat dan efektif dari para pemimpin di tengah situasi darurat.
Dani Aswara dan Hendrik Yaputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini









